Jumat, 27 September 2013

reaksi redoks

Reaksi Redoks

I. Reaksi Redoks
Di kelas X sudah dibahas mengenai pengertian reaksi redoks. Reaksi redoks adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan bilangan oksidasi. Contoh reaksi redoks dalam kehidupan sehari-hari adalah reaksi perkaratan besi dan pengisian aki pada kendaraan bermotor.
4 Fe + 3 O2 ⎯⎯→ 2 Fe2O3
bo Fe = 0 bo O = nol bo Fe = +3, bo O = –2
Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan dan pelepasan elektron (adanya transfer elektron), atau reaksi redoks adalah reaksi terjadinya penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi (adanya perubahan biloks).
contoh ;
1. Manakah yang termasuk reaksi redoks:
A. NaOH + HCl –> NaCI + H2O
B. Ag+(aq) + Cl–(aq) —> AgCl(s)
C. CaCO3 —> CaO + CO2
D. CuO + CO —> Cu + CO2
E. NH3 + H2O  —> NH4OH
Jawab: D
Perhatikan atom Cu dari biloks +2 (pada CuO) berubah menjadi nol (pada Cu). Jika satu atom mengalami perubahan biloks, maka pasti akan diikuti oleh perubahan biloks unsur yang lain.
Penyetaraan Persamaan Reaksi Redoks
Cara penyetaraan persamaan reaksi redoks dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara setengah reaksi dan cara perubahan bilangan oksidasi.
1. Cara Setengah Reaksi
Cara penyetaraan persamaan reaksi redoks dengan cara setengah reaksi, yaitu dengan melihat elektron yang diterima atau dilepaskan. Penyetaraan dilakukan dengan menyamakan jumlah elektronnya. Cara ini diutamakan untuk reaksi dengan suasana reaksi telah diketahui. Cara penyetaraan:
Tahap 1 : Tuliskan setengah reaksi untuk kedua zat yang akan direaksikan.
Tahap 2 : Setarakan unsur yang mengalami perubahan biloks.
Tahap 3 : Tambahkan satu molekul H2O pada:
- Suasana asam: pada yang kekurangan atom O.
- Suasana basa: pada yang kelebihan atom O.
Tahap 4 : Setarakan atom hidrogen dengan cara:
- Suasana asam: dengan menambahkan ion H+.
- Suasana basa: dengan menambahkan ion OH–.
Tahap 5 : Setarakan muatan dengan menambahkan elektron.
Tahap 6 : Samakan jumlah elektron yang diterima dengan yang dilepaskan, kemudian jumlahkan.
Cara Perubahan Bilangan Oksidasi
Cara penyetaraan persamaan reaksi dengan cara perubahan bilangan oksidasi, yaitu dengan cara melihat perubahan bilangan oksidasinya. Penyetaraan dilakukan dengan menyamakan perubahan bilangan oksidasi. Pada cara ini suasana reaksi tidak begitu mempengaruhi, meskipun suasana reaksi belum diketahui, penyetaraan dapat dilakukan.
Tahap 1 : Setarakan unsur yang mengalami perubahan biloks.
Tahap 2 : Tentukan biloks masing-masing unsur yang mengalami perubahan biloks.
Tahap 3 : Tentukan perubahan biloks.
Tahap 4 : Samakan kedua perubahan biloks.
Tahap 5 : Tentukan jumlah muatan di ruas kiri dan di ruas kanan.
Tahap 6 : Setarakan muatan dengan cara:
- Jika muatan di sebelah kiri lebih negatif, maka ditambahkan ion H+. Ini berarti reaksi dengan suasana asam.
- Jika muatan di sebelah kiri lebih positif, maka ditambahkan ion –OH. Ini berarti reaksi dengan suasana basa.
Tahap 7 : Setarakan hidrogen dengan menambahkan H2O.
Reaksi Redoks adalah reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan dari satu spesies kimia ke spesies kimia lainnya, yang sesungguhnya terdiri atas dua reaksi yang berbeda, yaitu oksidasi (kehilangan elektron) dan reduksi (memperoleh elektron). Reaksi ini merupakan pasangan, sebab elektron yang hilang pada reaksi oksidasi sama dengan elektron yang diperoleh pada reaksi reduksi. Masing-masing reaksi (oksidasi dan reduksi) disebut reaksi paruh (setengah reaksi), sebab diperlukan dua setengah reaksi ini untuk membentuk sebuah reaksi dan reaksi keseluruhannya disebut reaksi redoks.

sifat koligatif larutan non elektrolit

Sifat koligatif larutan

i
Larutan garam
Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak bergantung pada jenis zat terlarut tetapi hanya bergantung pada konsentrasi pertikel zat terlarutnya.. Sifat koligatif larutan terdiri dari dua jenis, yaitu sifat koligatif larutan elektrolit dan sifat koligatif larutan nonelektrolit.


Molalitas dan Fraksi Mol

Dalam larutan, terdapat beberapa sifat zat yang hanya ditentukan oleh banyaknya partikel zat terlarut. Oleh karena sifat koligatif larutan ditentukan oleh banyaknya partikel zat terlarut, maka perlu diketahui tentang konsentrasi larutan.

Molalitas (m)

Molalitas (kemolalan) adalah jumlah mol zat terlarut dalam 1 kg (1000 gram) pelarut. Molalitas didefinisikan dengan persamaan berikut :

 m= \frac {massa}{Mr} x \frac {1000} V

  • Keterangan :
m = molalitas larutan (mol / kg)
n = jumlah mol zat terlarut (g / mol)
V = jumlah volume zat (liter)

Fraksi Mol

Fraksi mol merupakan satuan konsentrasi yang semua komponen larutannya dinyatakan berdasarkan mol. Fraksi mol komponen i, dilambangkan dengan xi adalah jumlah mol komponen i dibagi dengan jumlah mol semua komponen dalam larutan. Fraksi mol j adalah xj dan seterusnya. Jumlah fraksi mol dari semua komponen adalah 1. Persamaannya dapat dituli]. Molalitas didefinisikan dengan persamaan berikut

xi = \frac{ni}{ni+nj}

Sifat Koligatif Larutan Nonelektrolit

Meskipun sifat koligatif melibatkan larutan, sifat koligatif tidak bergantung pada interaksi antara molekul pelarut dan zat terlarut, tetapi bergatung pada jumlah zat terlarut yang larut pada suatu larutan. Sifat koligatif terdiri dari penurunan tekanan uap, kenaikan titik didih, penurunan titik beku, dan tekanan osmotik

Penurunan Tekanan Uap

Marie Francois Raoult (1830 - 1901) ilmuwan yang menyimpulkan tentang tekanan uap jenuh larutan
Molekul - molekul zat cair yang meninggalkan permukaan menyebabkan adanya tekanan uap zat cair[3]. Semakin mudah molekul - molekul zat cair berubah menjadi uap, makin tinggi pula tekanan uapzat cair. Apabila tekanan zat cair tersebut dilarutkan oleh zat terlarut yang tidak menguap, maka partikel - partikel zat terlarut ini akan mengurangi penguapan molekul - molekul zat cair. Laut mati adalah contoh dari terjadinya penurunan tekanan uap pelarut oleh zat terlarut yang tidak mudah menguap. Air berkadar garam sangat tinggi ini terletak di daerah gurun yang sangat panas dan kering, serta tidak berhubungan dengan laut bebas, sehingga konsentrasi zat terlarutnya semakin tinggi. Persamaan penurunan tekanan uap dapat ditulis :

\Delta P =P0 - P
P0 > P

  • Keterangan :
P0 = tekanan uap zat cair murni
P = tekanan uap larutan

Pada tahun 1878, Marie Francois Raoult seorang kimiawan asal Perancis melakukan percobaan mengenai tekanan uap jenuh larutan, sehingga ia menyimpulkan tekanan uap jenuh larutan sama dengan fraksi mol pelarut dikalikan dengan tekanan uap jenuh pelarut murni. Persamaan penurunan tekanan uap dapat ditulis. Kesimpulan ini dikenal dengan Hukum Raoult dan dirumuskan dengan. Persamaan penurunan tekanan uap dapat ditulis :

P = P0 x Xp
\Delta P = P0 x Xt

  • Keterangan :
P = tekanan uap jenuh larutan
P0 = tekanan uap jenuh pelarut murni
Xp = fraksi mol zat pelarut
Xt = fraksi mol zat terlarut

Kenaikan Titik Didih

Titik didih zat cair adalah suhu tetap pada saat zat cair mendidih. Pada suhu ini, tekanan uap zat cair sama dengan tekanan udara di sekitarnya[4]. Hal ini menyebabkan terjadinya penguapan di seluruh bagian zat cair. Titik didih zat cair diukur pada tekanan 1 atmosfer[4]. Dari hasil penelitian, ternyata titik didih larutan selalu lebih tinggi dari titik didih pelarut murninya[4]. Hal ini disebabkan adanya partikel - partikel zat terlarut dalam suatu larutan menghalangi peristiwa penguapan partikel - partikel pelarut[4]. Oleh karena itu, penguapan partikel - partikel pelarut membutuhkan energi yang lebih besar[4]. Perbedaan titik didih larutan dengan titik didih pelarut murni di sebut kenaikan titik didih yang dinyatakan dengan (\Delta Tb)[4]. Persamaannya dapat ditulis [4]:

\Delta Tb = kb \ x \ m

\Delta Tb = kb \ x \frac {g} M_r x \frac {1000} V

\Delta Tb = Tb larutan - Tb pelarut

  • Keterangan :
\DeltaTb = kenaikan titik didih
kb = tetapan kenaikan titik didih molal
m = massa zat terlarut
Mr = massa molekul relatif

Tabel Tetapan Kenaikan Titik Didih (Kb) Beberapa Pelarut[5]
Pelarut Titik Didih Tetapan (Kb)
Aseton 56,2 1,71
Benzena 80,1 02,53
Kamfer 204,0 05,61
Karbon tetraklorida 76,5 04,95
Sikloheksana 80,7 02,79
Naftalena 217,7 05,80
Fenol 182 03,04
Air 100,0 00,52

Penurunan Titik Beku

Adanya zat terlarut dalam larutan akan mengakibatkan titik beku larutan lebih kecil daripada titik beku pelarutnya. Persamaannya dapat ditulis sebagai berikut[5] :

\Delta Tf = kf \ x \ m

\Delta Tb = kf \ x \frac {g} M_r x \frac {1000} P

\Delta Tf = Tf pelarut - Tb larutan

  • Keterangan :
\DeltaTf = penurunan titik beku
kf = penurunan titik beku molal
m = molal larutan
Mr = massa molekul relatif

Tabel Penurunan Titik Beku (Kf) Beberapa Pelarut[5]
Pelarut Titik Beku Tetapan (Kf)
Aseton -95,35 2,40
Benzena 5,45 5,12
Kamfer 179,8 39,7
Karbon tetraklorida -23 29,8
Sikloheksana 6,5 20,1
Naftalena 80,5 6,94
Fenol 43 7,27
Air 0 1,86

Tekanan Osmotik

Van't Hoff
Tekanan osmotik adalah gaya yang diperlukan untuk mengimbangi desakan zat pelarut yang melalui selaput semipermiabel ke dalam larutan[5]. Membran semipermeabel adalah suatu selaput yang dapat dilalui molekul - molekul pelarut dan tidak dapat dilalui oleh zat terlarut. Menurut Van't Hoff, tekanan osmotik larutan dirumuskan [5]:

 \pi= M x R x T

  • Keterangan :
 \pi = tekanan osmotik
M = molaritas larutan
R = tetapan gas ( 0,082 )
T = suhu mutlak

Jumat, 20 September 2013

Teori Asam Basa

Dalam kimia, teori Brønsted-Lowry adalah teori mengenai asam basa yang digagaskan oleh Johannes Nicolaus Brønsted dan Thomas Martin Lowry pada tahun 1923 secara terpisah.[1][2] Dalam teori ini, asam Brønsted didefinisikan sebagai sebuah molekul atau ion yang mampu melepaskan atau "mendonorkan" kation hidrogen (proton, H+), dan basa Brønsted sebagai spesi kimia yang mampu menarik atau "menerima" kation hidrogen (proton).
Air sebagai asam maupun basa. Satu molekul H2O berperan sebagai basa dan menerima H+ menjadi H3O+; H2O yang lainnya berperan sebagai asam dan melepaskan H+ menjadi OH-.

Ciri-ciri asam dan basa Brønsted–Lowry

Ketika sebuah senyawa yang berperilaku seperti asam mendonorkan proton, haruslah terdapat basa yang menerima proton tersebut. Sehingga konsep asam basa Brønsted–Lowry dapat didefinisikan sebagai reaksi:
Asam + Basa is in equilibrium with basa konjugat + asam konjugat.
Basa konjugat adalah ion atau molekul yang dihasilkan setelah asam kehilangan protonnya, sedangkan asam konjugat adalah spesi yang dihasilkan ketika basa menerima proton. Reaksi ini bersifat reversibel dan dapat berjalan terbalik maupun ke depan.
Air bersifat amfoterik dan berperilaku sebagai asam maupun basa. Dalam reaksi asam asetat (CH3CO2H) dengan air (H2O), air berperan sebagai basa.
CH3COOH + H2O is in equilibrium with CH3COO- + H3O+
Ion asetat, CH3CO2-, adalah basa konjugat dari asam asetat, dan ion hidronium, H3O+, adalah asam konjugat dari air.
Air juga dapat berperan sebagai asam. Ketika bereaksi dengan amonia:
H2O + NH3 is in equilibrium with OH- + NH4+
H2O mendonorkan proton kepada NH3. Ion hidroksida adalah basa konjugat dari air yang berperan sebagai asam, sedangkan ion amonium adalah asam konjugat dari basa amonia.